Masih Ada Deforestasi dalam Rantai Pasok Grup RGE dalam Laporan Investigasi

Masih Ada Deforestasi dalam Rantai Pasok Grup RGE dalam Laporan Investigasi
Dok. Greenpeace

24 May 2023 , 12:30 WIB

Agricom.id, Jakarta - Grup Royal Golden Eagle (RGE), produsen viscose dan produk kertas terbesar di dunia, yang memiliki komitmen 'Bebas Deforestasi', diduga masih bergantung pada sejumlah perusahaan pemasok yang terlibat dalam deforestasi. Grup perusahaan yang dimiliki oleh Sukanto Tanoto ini juga diduga mengendalikan beberapa perusahaan cangkang yang terkait dengan pembangunan pabrik pulp baru berukuran besar di Kalimantan Utara.

Temuan ini diungkapkan dalam laporan investigasi yang diterbitkan oleh lima organisasi, yaitu Environmental Paper Network, Rainforest Action Network, Auriga Nusantara, Greenpeace International, dan Woods & Wayside International. Laporan dengan judul "Babat Kalimantan" ini berisi bukti-bukti yang diperoleh melalui analisis citra satelit, analisis data ekspor, pelacakan kapal, dan data dari pemasok (supplier disclosure data).

Baca juga: Mendag Zulkifli Hasan Menanggapi Keputusan Uni Eropa Hentikan Penyelidikan Antisubsidi Produk Asam Lemak Asal Indonesia

Laporan tersebut menimbulkan kekhawatiran terkait praktik Grup Royal Golden Eagle dan kemungkinan keterlibatannya dalam kegiatan deforestasi melalui rantai pasokannya. Meskipun perusahaan ini menyatakan komitmennya dalam melawan deforestasi, ketergantungan yang diduga terhadap pemasok yang terlibat dalam kegiatan tersebut menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas inisiatif keberlanjutan yang mereka lakukan.

 “Grup RGE dan anak perusahaan mereka seperti APRIL, Sateri, Asia Pacific Rayon, dan Asia Symbol berjanji untuk menghapus deforestasi dalam rantai pasok mereka. Namun, laporan ini menemukan bahwa janji itu tidak ditepati,” kata Sergio Baffoni, Koordinator Kampanye Senior Environmental Paper Network.

Asia Symbol, pabrik pulp RGE di Cina, diduga menggunakan kayu dari sejumlah perusahaan yang baru-baru ini membabat hutan di Kalimantan. Kawasan hutan hujan tropis itu, merujuk data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tadinya merupakan habitat orang utan Kalimantan yang terancam punah.

Laporan investigasi tersebut juga mengungkap hasil pemeriksaan dokumen yang menunjukkan hubungan RGE dengan pabrik pulp skala besar yang saat ini akan dibangun PT Phoenix Resources International di Pulau Tarakan, Kalimantan Utara. Keberadaan pabrik Phoenix–yang berpotensi mendorong pengembangan kawasan perkebunan kayu pulp monokultur secara luas–dikhawatirkan mengancam kelestarian hutan alam. “Ada sekitar 600 ribu hektare hutan hujan tropis yang masuk dalam konsesi kehutanan di Kalimantan, Papua, dan Papua Barat yang terhubung dengan RGE. Dengan pembangunan pabrik baru Phoenix, sebagian kawasan hutan itu bisa terancam,” kata Syahrul Fitra, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia.

Baca juga: Mendag Zulkifli Hasan: Perjanjian Dagang Indonesia–Iran PTA Jadi Momentum Indonesia Perluas Ekspor Ke Timur Tengah

Menurut Syahrul, kehadiran PT Phoenix ini berisiko memicu deforestasi dan menghilangkan keanekaragaman hayati, meningkatkan emisi gas rumah kaca, serta mengancam kehidupan masyarakat di wilayah tersebut. Dia mengingatkan, permintaan kayu dari pabrik pulp skala besar sebelumnya telah mendorong deforestasi parah di Sumatera. “Pola seperti itu bisa terulang kembali. Pembangunan pabrik ini adalah tanda bahaya gelombang baru deforestasi skala industri, kali ini di Kalimantan dan Papua,” ujar Syahrul.

Direktur Kampanye Hutan dan Keuangan Rainforest Action Network, Tom Picken, mengatakan peran RGE dalam perusakan hutan terjadi karena adanya pembiayaan dan ‘pemakluman’ untuk mereka. Sebanyak 25 bank telah menggelontorkan lebih dari US$5 miliar untuk sektor kehutanan RGE sejak 2016. Mitsubishi UFJ Financial Group, misalnya, sudah menyalurkan lebih dari US$430 juta untuk RGE, kendati bank tersebut memiliki kebijakan untuk tidak membiayai deforestasi.

Tom Picken juga menyoroti langkah Forest Stewardship Council, organisasi sertifikasi hutan global, yang membuka pintu untuk APRIL, walaupun masih ada dugaan deforestasi dalam rantai pasok anak usaha RGE ini. APRIL pernah mengikuti proses penilaian untuk mendapatkan sertifikat ramah lingkungan dari FSC pada 2013, tetapi mundur. “Bank-bank dan fasilitator harus berhenti mengabaikan deforestasi yang masih menjadi bagian dari model bisnis RGE,” kata Tom Picken.

Berikut Laporan lengkapnya di tautan, https://forms.gle/SEuXHJTgYJquj9Kc6 .

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


TOP