Sabarudin, Ketua Umum SPKS, menekankan bahwa Pemerintah perlu menegakkan regulasi untuk memastikan ketersediaan minyak goreng yang terjangkau bagi masyarakat, dengan harga tidak melebihi Rp. 14.000 per liter. Foto: Agricom
AGRICOM, JAKARTA - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengadvokasi pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan Domestic Market Obligation (DMO) minyak goreng kelapa sawit yang masih berlaku saat ini. Mereka menyoroti lonjakan harga jual minyak goreng kelapa sawit belakangan ini, yang mencapai Rp. 15.000 per liter. Hal ini dianggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap ketentuan pasar, mengingat Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Pemerintah sebesar Rp. 14.000 per liter atau Rp. 15.500 per kg.
Sabarudin, Ketua Umum SPKS, menekankan bahwa Pemerintah perlu menegakkan regulasi untuk memastikan ketersediaan minyak goreng yang terjangkau bagi masyarakat, dengan harga tidak melebihi Rp. 14.000 per liter. Ia menjelaskan bahwa kenaikan harga menjelang Hari Raya Lebaran saat ini merupakan bagian dari siklus bisnis minyak nabati dunia, termasuk minyak kelapa sawit. Meskipun harga CPO meningkat sejak awal tahun 2024, para pelaku bisnis, termasuk petani kelapa sawit, masih mendapatkan keuntungan yang relatif baik.
Menurut data yang dihimpun oleh SPKS, harga jual Tandan Buah Segar (TBS) berkisar antara Rp. 2.200 hingga Rp. 2.500 per kg. Namun demikian, di beberapa kelompok tani SPKS di wilayah Sulawesi Tenggara, harga masih stabil sekitar Rp. 1.900 per kg.
Baca juga: Harga Referensi CPO Menguat, Tarif BK Dan PE Periode April 2024 Ditetapkan USD 142 Per MT
"Harga jual TBS petani sawit masih relatif stagnan dan tidak mengalami lonjakan kenaikan harga yang drastis, " Jelas Sabarudin kepada Agricom.id.
Menurut Sabarudin, regulasi perdagangan ekspor CPO dan turunannya yang menyaratkan DMO sebesar 1 berbanding 4, masih relevan untuk dilakukan. Lantaran, pertumbuhan industri turunan sawit dalam negeri, masih membutuhkan pasokan bahan baku yang berkelanjutan.
"Regulasi DMO yang diterapkan pemerintah saat ini, masih relevan dengan kebutuhan bahan baku industri hilir sawit, " Ungkap Sabarudin.
Baca juga: Harga CPO di KPBN Inacom Naik 1,77 Persen Periode Senin 1 April 2024
Menurutnya, pasokan DMO sudah tepat sasaran, diatur dari kuota ekspor yang dilakukan eksportir. "Sehingga pasokan dalam negeri dapat terjamin dan tercukupi", ujarnya menjelaskan. Imbuhnya, kendati adanya fluktuasi harga jual CPO, namun secara rata-rata harga CPO masih menguntungkan pelaku usaha.
Kepastian Pasokan TBS Petani Sawit
Lebih lanjut Sabarudin berharap, SPKS mendapat dukungan dari pemerintah, guna memastikan pasokan CPO yang berasal dari TBS petani sawit. "Sumber pasokan TBS langsung dari petani kepada Pabrik Kelapa Sawit harus terus dilakukan," Tandasnya.
Suplai pasokan bahan baku TBS dari petani sawit dibutuhkan, agar penguatan organisasi petani dan pelatihan praktik budidaya berkelanjutan berlandaskan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), mendapat kepastian akan serapan pasar berkelanjutan. "Sertifikasi ISPO petani sawit, menjadi bagian dari keberlanjutan industri sawit nasional, " Jelasnya.
Kedepan, sertifikasi ISPO juga diharapkan dapat terus berlanjut dan dikembangkan melalui pendekatan yuridiksi, sehingga kolaborasi Pemerintah Pusat dan Daerah, LSM, perusahaan, petani dan masyarakat dapat lebih berjalan. "Diharapkan dapat lebih banyak melibatkan petani dan masyarakat luas, sehingga sertifikasi ISPO dapat terus bertumbuh", paparnya menegaskan. (T1)