Agricom.id, JAKARTA - Dalam berbagai kesempatan, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menegaskan, pihaknya berkomitmen meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani melalui pemberian bantuan benih, alat mesin pertanian, asuransi pertanian, kredit usaha dan berbagai implementasi teknologi serta kepastian harga jual petani. Namun memperbaiki sistem melalui pembenahan data atau single data merupakan langkah awal untuk mencegah alih fungsi lahan.
"Data pertanian itu harus satu. Data yang dipegang Presiden, Gubernur, Bupati, Camat sampai kepala desa semuanya harus sama, termasuk data lahan dan produksi," tegasnya dalam keterangan resmi diterima Agricom.id.
Lebih lanjuta kata dia, rujukan data adalah BPS. Jadi datanya harus satu. Tidak boleh tumpang tindih soal data. Pemerintah juga terus mendorong pemda jangan terlalu mudah memberikan rekomendasi alih fungsi lahan.
Melansir BPS 2018, luas lahan baku sawah di Indonesia mengalami penurunan menjadi 7,1 juta hektare. Data ini diambil menggunakan citra satelit melalui skema Kerangka Sampel Area (KSA). Padahal luasan sebelumnya mencapai 7,75 juta hektare (BPS, 2013).
"Karena itu, dalam 100 hari ini kami di Kenentan ingin memiliki kejelasan lahan yang akan panen di mana saja, seperti apa kemampuan kita. Kita kan harus jamin bisa beri makan 267 juta," cetusnya.
“Pemerintah daerah, saya minta memiliki komitmen yang sama untuk bisa mempertahankan lumbung pangan daerah, dengan memoertahankan lahan pertanian,” pinta Syahrul.
Namun demikian, Syahrul tak menampil jika konversi itu juga bisa dilakukan. Tapi menurutnya harus ada rekomendasi yang dikeluarkan Dinas Pertanian.
"Syaratnya memiliki surat kesiapan menyediakan lahan pengganti terhadap lahan yang dikonversi tersebut," terangnya.
Terpisah, akademisi dari Universitas Tangjungpura (Untan), Radian memberikan acungan jempol terhadap ketegasan Mentan Syahrul yang memberikan perlawanan keras pada aktivitas alih fungsi lahan. Sebab, alih fungsi lahan pertanian untuk kepentingan lainnya akan berdampak pada tiga sisi negatif terhadap ketahanan pangan Indonesia.
Kerugian pertama, sebut Radian, alih fungsi lahan pertanian bakal membuat kesejahteraan petani menurun. Akibatnya bergesernya lapangan kerja dari sektor pertanian ke non-pertanian. Jika tenaga kerja sebelumnya (petani) tidak mampu diserap semua, itu akan menambah angka pengangguran.
“Kemudian sisi negatif kedua, Radian menjelaskan, semakin mengurangi ketersediaan pangan pokok yang dibutuhkan masyarakat Indonesia untuk konsumsinya,” ungkapnya.
"Dampak negatif terakhir adalah terhadap lingkungan dan potensi dari lahan itu sendiri. Investor yang mengalihkan fungsi lahan pertanian dapat saja salah perhitungan sehingga menambah jumlah lahan tidur," tutup Radian.
Berdasarkan rilis BPS, tahun 2018 terdapat 7.105.145 hektar lahan baku sawah yang disahkan melalui Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanian Nasional Nomor 399/KEP-23.3/X/2018 Tentang Penetapan Luas Lahan Baku Sawah Nasional Tahun 2018. Hasil perhitungan ini didapat melalui Badan Informasi Geospasial (BIG) dengan melakukan interpelasi dan delineasi lahan sawah melalui digitasi on screen menggunakan citra spot 6/7 dari LAPAN dan didukung data CSRT Ortho (Lapan dan BIG). (A2)