AGRICOM, MALAYSIA – Pada pembukaan pertemuan Ad Hoc-Join Task Force (JTF) yang ke-2 pada Jumat (02/02/2024), Kementerian Pertanian turut hadir dengan perwakilan dari Direktur Jenderal Perkebunan, Prayudi Syamsuri, yang menjabat sebagai Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan.
Prayudi menyampaikan, "Sejak dimulainya JTF ke-1 di Jakarta dan sejak disahkannya EUDR ini, prinsip-prinsip keberlanjutan telah menjadi isu utama. Pemerintah Indonesia tidak menyetujui hal tersebut karena bertentangan dengan prinsip perdagangan bebas sebagaimana diarahkan dalam WTO," seperti yang dikutip dari Agricom.id melalui laman resmi Kementan.
Pemerintah Indonesia dengan sigap menanggapi peraturan EUDR dan terus berupaya mencapai kesepahaman baru melalui putaran ke-2 pertemuan JTF bersama pemerintah Malaysia. Ini merupakan salah satu momen penting dalam diplomasi Indonesia-Malaysia dengan Uni Eropa.
EUDR dianggap sebagai hambatan dagang yang tidak dapat diterima, dan JTF menjadi salah satu jalur diplomasi yang diambil, terutama dalam aspek yang ditekankan melalui Workstream 2: Relevant certification schemes (mandatory implementation).
Prayudi Syamsuri menambahkan, pada JTF ke-2 ini terdapat 5 Workstream yang akan membahas beberapa isu-strategis EUDR, seperti tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Perkebunan adalah Workstream 1 (Inclusivity of smallholders in the supply chains), Workstream 2 (Relevant certification schemes (mandatory implementation) dan Workstream 3 (Traceability Tools).
Sementara itu, Musdalifah Machmud, Staf Ahli Bidang Konektivitas, Pengembangan Jasa dan Sumber Daya Alam, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan, “Dengan memupuk saling pengertian dan menghormati, Pemerintah Indonesia berharap UE dapat memahami dan mempertimbangkan upaya yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia selama ini khususnya terkait prinsip-prinsip keberlanjutan, “ ujar Musdalifah.
Baca juga: Dirjenbun Andi Nur: Pola Kemitraan Membantu Percepatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR)
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perkebunan, Andi Nur Alam Syah mengatakan, prinsip-prinsip keberlanjutan sudah sangat lengkap disematkan pada ISPO, tinggal kita dorong pengakuan resmi dari negara konsumen kelapa sawit dunia, khususnya Uni Eropa bahwa mereka harus mengakui ISPO, karena ISPO merupakan Kedaulatan Perkebunan. Pemerintah Indonesia sudah sadar sejak tahun 2011 terkait aspek keberlanjutan di komoditas kelapa sawit dengan terbitnya Permentan nomor 19 tahun 2011 hingga tahun 2023 ini pada regulasi-regulasi ISPO terus diperkuat, tinggal kita selangkah lagi akan menelurkan regulasi keberlanjutan untuk kopi, kakao dan karet.
“Perlunya kita tetap mengedepankan semangat bekerjasama, dan berkomitmen untuk mencapai kesepahaman bersama, karena bagaimanapun terbitnya EUDR merupakan tantangan besar bagi akses pasar komoditas perkebunan Indonesia ke Uni Eropa sehingga JTF ke-2 ini kami pandang merupakan diplomasi strategis untuk menjelaskan kembali komitmen Pemerintah Indonesia tentang aspek-aspek berkelanjutan tersebut,” lanjut Andi Nur.
Sejalan dengan arahan Menteri Pertanian RI, Andi Amran Sulaiman pada beberapa kesempatan menekankan, pentingnya diplomasi dalam menghadapi segala tantangan perdagangan untuk komoditas Perkebunan Indonesia. Diplomasi kita tempuh tidak hanya secara bilateral tetapi dalam tataran regional dan multilateral bahkan melibatkan organisasi-organisasi Internasional seperti pada JTF ini, CPOPC menjadi yang bagian terdepan dalam mendorong konsolidasi negara-negara produsen kelapa sawit dunia terkait persoalan EUDR yang kedepan akan menghambat ekspor komoditas kelapa sawit, kakao, karet dan kopi ke Uni Eropa.
“Saya atas nama Kementerian Pertanian mengapresiasi terlaksananya pertemuan JTF ke-2 di Putrajaya, Malaysia, tentunya Pemerintah Indonesia tetap pada posisi tidak menginginkan terdapat hambatan perdagangan dan kedepan kita sama-sama intropeksi di national policy bahwa ternyata tuntutan pedagangan dunia mengharuskan aspek-aspek keberlanjutan sebagai salah satu syarat untuk berdagang. Kita sudah punya ISPO, dan harus diperkuat lagi agar bisa terus tembus menjangkau akses pasar di negara-negara tujuan ekspor komoditas kelapa sawit Indonesia,” ujar Andi Nur. (A3)