Ikuti Jejak Laweyan, Giriloyo Adopsi Lilin Batik Berkelanjutan


AGRICOM, YOGYAKARTA - Tradisi batik Indonesia yang telah berabad-abad lamanya kini mulai mengintegrasikan keinginan ke dalam cerita. Di Kampoeng Batik Laweyan, Surakarta, para pengrajin menjadi yang pertama mencoba lilin stearin berbasis kelapa sawit sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan daripada parafin.

Kini, inisiatif mereka menginspirasi komunitas tetangga, Kampung Batik Giriloyo di Bantul, Yogyakarta, untuk mengikuti langkah serupa, menunjukkan bagaimana kerajinan warisan dapat berkembang sambil tetap setia pada akar budayanya.

Transisi ini merupakan bagian dari Program Pendampingan Batik Berkelanjutan, yang diinisiasi oleh Bank Negara Indonesia (BNI) yang bekerja sama dengan Pusat Kewirausahaan, Perubahan, dan Sektor Ketiga (CECT) Keberlanjutan di Universitas Trisakti, dan didukung oleh koperasi batik lokal.

BACA JUGA:  Inovasi Keren! Batik Ramah Lingkungan Berbahan Sawit Mejeng di Bandara Adi Sumarmo Solo

Program ini dirancang untuk membantu pengrajin beralih dari parafin, bahan yang berasal dari minyak bumi, dan beralih ke stearin, produk sampingan minyak kelapa sawit yang dapat diperbarui, yang mengurangi dampak lingkungan sambil memperkuat rantai nilai lokal.

Perjalanan ini dimulai di Surakarta, di mana pengrajin di Laweyan pertama kali menguji lilin berbasis kelapa sawit pada tahun 2022 dengan dukungan dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Untuk menandai kemajuan mereka, acara diadakan di Laweyan awal bulan ini, dihadiri oleh Wakil Wali Kota Surakarta Astrid Widayani, bersama pengrajin, pemimpin komunitas, dan perwakilan dari lembaga lingkungan dan budaya kota. Astrid menegaskan kembali komitmen Surakarta untuk menjadikan Laweyan sebagai pusat batik inovatif, berkualitas tinggi, dan ramah lingkungan.

Berbicara pengalaman Laweyan, program ini membahas ke Giriloyo. Di sini, para pengrajin dimulai pada lilin berbahan dasar kelapa sawit melalui bimbingan yang dipimpin oleh rekan-rekan mereka dari Laweyan. Acara ini mempertemukan para pemimpin lokal, termasuk Kepala Kecamatan Imogiri Slamet Santosa, Kepala Cabang BNI Yogyakarta Fudjiatmoko Mahendradani, Kepala Desa Wukirsari Susilo Hapsoro, dan Ketua Koperasi Batik Giriloyo Isnaini Muhtarom. Perwakilan dari Kantor Kebudayaan Bantul, Kantor Pariwisata, dan Badan Koperasi UMKM juga menyatakan dukungan mereka.

Menurut Dr. Maria Ariestha Utha, Direktur CECT Sustainability di Universitas Trisakti, kolaborasi antar desa ini menjadi inti dari dampak program:

“Upaya pionir Laweyan menjadi landasan, dan kini Giriloyo mengambil estafetnya. Ini bukan hanya tentang mengadopsi bahan yang lebih ramah lingkungan, tetapi tentang memastikan kelangsungan batik sebagai warisan hidup yang sesuai dengan keinginan,” kata Dr. Maria dalam keterangan yang diterima Agricom.id , Selasa (26/08)

Ia didampingi oleh Dr. M. Windrawan Inantha, Direktur Transformasi Pasar RSPO Indonesia, yang menekankan bagaimana inovasi berbasis kelapa sawit dapat menghubungkan kerajinan tradisional dengan tujuan menuju modern.

Dari Laweyan, Surakarta hingga Giriloyo, Yogyakarta; Pengalihan ke lilin stearin lebih dari sekedar perubahan teknis. Hal ini mewakili komitmen bersama untuk menjaga keaslian dan keindahan batik sambil menyelaraskan dengan standar kemiskinan global. Garis-garis tetap tajam, warna-warna tetap cerah—tetapi cerita di balik setiap potongan kini memiliki makna yang lebih dalam: perpaduan antara warisan, inovasi, dan tanggung jawab. (A3)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


TOP