AGRICOM, JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) terus menggeber langkah strategi untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Salah satu fokus utamanya adalah mempercepat hilirisasi di sektor perkebunan. Program ini bertujuan untuk menambah nilai ekonomi dari hasil perkebunan, namun juga membuka ruang bagi generasi muda untuk terjun langsung mengembangkan usaha di bidang ini.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan, subsektor perkebunan menyimpan potensi besar bila dikelola secara terintegrasi dari hulu hingga hilir. Ia menekankan bahwa sudah saatnya Indonesia berhenti menjual bahan mentah dan mulai serius mengolah hasil perkebunan agar nilai tambah yang dirasakan petani dan masyarakat desa.
“Kita dorong hilirisasi kopi, kakao, lada, pala, kelapa, tebu, jambu mete, sawit, sampai gambir. Keuntungannya harus tinggal di desa, nikmati petani kita, tidak dibawa ke luar negeri,” tegas Amran, dikutip Agricom.id dari laman Ditjenbun.
BACA JUGA:
- IPORICE 2025: Saat Inovasi Sawit Jadi Bahan Bakar Ekonomi dan Energi
Dengan strategi ini, pemerintah berharap petani tidak lagi hanya berperan sebagai penghasil bahan baku, melainkan juga mampu menjadi pengusaha yang mengolah sekaligus memasarkan produknya. Hilirisasi diharapkan menjadi pintu untuk meningkatkan daya saing, membuka lapangan kerja baru, dan memperkuat perekonomian desa.
Potensi Perkebunan Bernilai ratusan Triliun
Tak dapat dipungkiri, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditas perkebunan terbesar di dunia. Namun, selama ini sebagian besar produk hanya diekspor dalam bentuk mentah dengan nilai jual rendah. Melalui program hilirisasi ini, pemerintah mendorong industri pengolahan kopi menjadi produk khusus, kakao menjadi cokelat premium, lada dan pala sebagai bumbu olahan siap saji, hingga kelapa dan sawit sebagai bahan baku industri kosmetik dan bioenergi, serta produk turunan komoditas perkebunan lainnya. Komoditas perkebunan ini jika diolah menjadi produk bubuk atau produk turunan lainnya dengan merek lokal kerugiannya bisa naik 3 sampai 5 kali lipat.
Indonesia Menuju Raja Hilirisasi Perkebunan Asia
Dengan semangat kolaborasi, hilirisasi perkebunan bukan sekedar wacana, namun langkah nyata untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat industri berbasis perkebunan berkelanjutan di Asia.
Kementan juga menggandeng berbagai pihak, bersinergi memperkuat hilirisasi perkebunan, baik Kementerian/Lembaga terkait, BUMN, swasta, hingga investor lokal untuk memperkuat rantai pasok, membuka pabrik mini di sentra produksi, serta memperluas akses pasar dalam maupun luar negeri.
Plt. Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Abdul Roni Angkat, menegaskan bahwa program hilirisasi menjadi salah satu upaya konkret pemerintah dalam memperkuat rantai nilai sektor perkebunan dari hulu hingga hilir. Melalui pendekatan ini, Kementan memfokuskan pengembangan hilirisasi pada tujuh strategi komoditas, yakni tebu, kelapa, kopi, kakao, jambu mete, lada, dan pala. Langkah ini dinilai penting untuk meningkatkan nilai tambah produk perkebunan sekaligus mendorong daya saing petani di pasar domestik maupun global. Untuk mendukunh hilirisasi Kementan mendorong pembiayaan melalui Anggaran Biaya Tambahan (ABT).
Selain melalui ABT, Kementan juga mengalokasikan anggaran untuk kegiatan reguler dan refocusing. Berbagai kegiatan bantuan tersebut meliputi penyediaan benih unggul, pupuk, operasional pekebun, pendampingan teknis, penguatan kelembagaan petani, hingga dukungan sarana dan prasarana produksi.
Roni optimistis, dukungan ini akan mendorong peningkatan produktivitas dan kemandirian petani. “Harapannya, kontribusi sektor perkebunan terhadap perekonomian daerah bisa terus tumbuh signifikan,” ujarnya.
“Kita tak boleh puas jadi lumbung dunia. Kita harus jadi dapur dunia, tempat produk olahan berkualitas tinggi berasal. Dan kita mulai sekarang,” pungkas Roni.
Petani Jadi Pengusaha, Inovasi Anak Muda Jadi Motor
Tak hanya fokus pada nilai ekonomi, Kementan juga menargetkan regenerasi pelaku usaha perkebunan. Pemerintah terus berupaya membina dan mendorong usaha tani, penguatan UMKM berbasis desa, dan inkubasi bisnis untuk petani milenial.
“Kita ingin anak muda menjadi CEO usaha kopi, pelaku ekspor pala, atau inovator pengrajin cokelat. Hilirisasi ini adalah peluang emas untuk wirausaha muda,” harap Roni. (A3)