AGRICOM, YOGYAKARTA – Pemerintah terus mempercepat program swasembada pangan melalui hilirisasi sektor perkebunan, sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman. Salah satu langkah konkretnya adalah memperkuat komunikasi publik dan penyebaran informasi tentang program strategi pertanian, khususnya di bidang hilirisasi.
Sebagai bagian dari upaya tersebut, Kementerian Pertanian menggelar Talkshow Tani on Stage (TOS) di Aula Utama Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Yogyakarta–Magelang pada 21 Oktober 2025. Acara ini mengangkat tema “Inovasi Hilirisasi Kakao: Dari Biji ke Cokelat Bernilai Tambah” .
Mentan Andi Amran Sulaiman menyampaikan apresiasi terhadap pelaksanaan TOS dan menekankan pentingnya komunikasi publik dalam memperkuat pemahaman masyarakat terhadap strategi program Kementan. Ia menekankan bahwa hilirisasi merupakan kunci untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan memperkuat ekonomi nasional.
BACA JUGA: Kementan Genjot Swasembada Gula Lewat Bongkar Ratoon, Kembalikan Kejayaan Tebu di Bantul
“Kita tidak boleh lagi menjual bahan mentah. Saatnya petani menjadi pengusaha. Hilirisasi kopi, kakao, lada, pala, kelapa, tebu, jambu mete, sawit, hingga gambir harus kita dorong agar nilai tambah tinggal di desa. Dengan begitu, manfaatnya dirasakan langsung oleh petani kita, oleh bangsa kita,” ujar Mentan Amran, dikutip Agricom.id dari laman Ditjenbun.
Dalam TOS tersebut, dua narasumber dihadirkan untuk berbagi wawasan tentang peluang pengembangan industri kakao dari hulu ke hilir, termasuk inovasi teknologi pengolahan dan potensi ekonomi kreatif berbasis produk cokelat lokal.
Dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknik Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM), Arifin Dwi Saputro , menjelaskan bahwa pengembangan hilirisasi kakao di Indonesia masih menghadapi tantangan, terutama terkait ketersediaan bahan baku dan penerapan teknologi pengolahan yang efisien. Selain aspek teknis, menurut Arifin, persoalan sosial dan konsumsi budaya juga berpengaruh terhadap perkembangan industri cokelat nasional.
“Pengembangan kualitas cokelat tidak bisa berjalan sendiri. Harus ada sinergi antara produsen, akademisi, pemerintah, dan pelaku usaha. Di dalam perguruan tinggi berperan untuk mendukung program pemerintah melalui penelitian, alat inovasi, dan peningkatan kapasitas SDM,” jelasnya.
Sementara itu, Ahmad Nasrodin , pendiri Omah Kakao Doga , berbagi pengalaman lebih dari 17 tahun berkecimpung dalam industri pengolahan kakao. Ia menuturkan bahwa tantangan pelaku usaha terbesar di sektor ini adalah ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan serta persaingan ketat dengan produk cokelat impor.
Ahmad menilai pelaku lokal perlu berani menciptakan keunikan dan menjaga kualitas agar produk Indonesia memiliki daya saing tinggi. Ia juga berpesan kepada generasi muda agar menumbuhkan kecintaan terhadap sektor pertanian sebagai fondasi kemandirian pangan nasional.
“Yang terpenting adalah menumbuhkan rasa cinta terhadap dunia pertanian. Jangan takut terjun ke sektor pangan, karena di sana ada nilai keberkahan. Dari sanalah ketahanan pangan dan kemandirian bangsa dibangun,” katanya.
Secara terpisah, Plt. Direktur Jenderal Perkebunan Abdul Roni Angkat menyebutkan bahwa kegiatan TOS menjadi ajang edukatif dan inspiratif untuk mendorong inovasi serta kolaborasi lintas sektor dalam mewujudkan pertanian modern yang berkelanjutan.
“Kami berharap generasi muda pertanian terinspirasi untuk mengembangkan inovasi dan kewirausahaan di sektor kakao. Jangan hanya berhenti pada produksi bahan baku, tapi jadilah bagian dari rantai nilai yang menghasilkan produk bernilai tambah dan berdaya saing,” tutupnya. (A3)