Agricom, DEN HAAG – Didorong meningkatnya perdebatan terkait kelapa sawit, berkaitan dengan kebijakan Uni Eropa terkait Renewable Energy Directive (RED) dan Delegated Act yang mengkategorikan kelapa sawit sebagai satu-satunya minyak nabati yang unsustainable jika digunakan sebagai biofuel.
Indonesia Nederlands Society (INS) bekerja sama dengan KBRI Den Haag, Jumat awal April 2019, melakukan Diskusi yang diadakan di Plenary Hall Senat Belanda, bersama Unilever, WWF Belanda, dan peneliti dari Wageningen University and Research, guna membahas isu kelapa sawit, diikuti sekitar 90 peserta dengan berbagai latar belakang.
Dikatakan Minister Counsellor Fungsi Ekonomi KBRI Den Haag, Noorman Effendi, kebijakan diskriminatif UE terkait kelapa sawit menghiraukan berbagai upaya berbagai pihak berkepentingan dalam mendorong kelapa sawit yang berkelanjutan, termasuk kebijakan yang telah dilakukan negara-negara produsen kelapa sawit, khususnya Indonesia.
Karena itu terdapat beberapa masukan untuk mempertimbangkan penggunaan standar yang lebih diterima secara global, melalui pendekatan platform UN Sustainable Development Goals (SDGs).
Sertifikasi, seperti melalui Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) juga menjadi isu yang disoroti. Meskipun sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan saat ini belum sempurna, namun terdapat arah yang positif untuk terus meningkatkan standarnya.
Diskusi mendorong adanya pendekatan-pendekatan ilmiah yang memanfaatkan kemajuan teknologi untuk memastikan kelapa sawit yang berkelanjutan di seluruh tahapan rantai pasok. (A2)