AGRICOM.ID, JAKARTA - Menurut Achmad Maulizal Sutawijaya, Kepala Divisi Perusahaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), sektor kelapa sawit di Indonesia yang melibatkan 2,4 juta petani swadaya dan 16 juta tenaga kerja, memiliki potensi untuk terus mendorong pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor perkebunan. Sehingga, diperkirakan PDB Indonesia pada kuartal ketiga tahun 2022 akan mengalami pertumbuhan positif sebesar 5,72%.
Dimana volume ekspor minyak sawit di tahun 2022 mencapai 34,67 juta ton dengan nilai ekspor sebesar RP 34,5 triliun. “Kebijakan pungutan ekspor telah berhasil mendorong hilirisasi dengan komposisi ekspor CPO yang terus menurun. Disamping itu, capaian kinerja imbal hasil dana kelolaan BPDPKS di tahun 2022 mencapai Rp 800 miliar atau naik 123,31%,” katanya dalam acara FGD SAWIT BERKELANJUTAN VOL 14, bertajuk “Mengintegrasikan Industri Hulu Hingga Hilir Sawit Berkelanjutan”, yang diadakan media InfoSAWIT yang didukung BPDPKS, Rabu (7/6/2023) di Jakarta.
Baca juga : FGD SAWIT BERKELANJUTAN Vol 14: Mengintegrasikan Industri Hulu Hingga Hilir Sawit Berkelanjutan
Hanya saja dengan berbagai tantangan kelapa sawit misalnya EUDR (Europe Deforestation Regulations), bagaimana peran BPDPKS untuk menghadapi tantangan tersebut? Kata Mauli, negara produsen minyak sawit masih memiliki bargaining position karena terlihat kebutuhan konsumsi domestik akan minyak nabati di Uni Eropa belum terpenuhi dan dipenuhi oleh negara Importir minyak nabati.
Sebelumnya peningkatan demand bahan bakar biodiesel di Uni Eropa merupakan peluang bagi kelapa sawit untuk terus melakukan penetrasi pasar. “Namun dengan implementasi EUDR di tahun 2023, produsen biodiesel sawit di Indonesia perlu meningkatkan aspek sustainability dari rantai pasoknya sehingga pangsa pasar bahan baku industri biodiesel di Uni Eropa tidak menurun,” kata Mauli.
Sebab itu kedepan guna mendukung industri akan dilakukan landasan strategi komunikasi untuk wilayah Uni Eropa dilakukan melalui empat langkah yakni, pertama, Legal actions untuk menyelesaikan permasalahan diskriminasi terkait perdagangan kelapa sawit Indonesia.
Baca juga : FGD SAWIT BERKELANJUTAN Vol 14: Ketentuan EUDR Mengkhawatirkan Keberlanjutan Integrasi Industri Kelapa Sawit
Lantas kedua, Bilateral relationships untuk menjalin hubungan bilateral sebagai upaya persuasive antar negara untuk meredam tren diskriminasi kelapa sawit pada negara-negara Uni Eropa. Ketiga, Certification untuk menerapkan sertifikasi sustainable yang diakui internasional untuk menembus pasar ekspor.
“Serta keempat media coverage dengan memanfaatkan channel komunikasi yang paling dipercaya di 3 (tiga) negara (Jerman, Prancis dan Belgia),” tandas Mauli. (T2)