AGRICOM, JAKARTA – Keberhasilan program swasembada pangan mulai menunjukkan hasil nyata, salah satunya terlihat dari penurunan penerimaan bea masuk atas impor komoditas strategis seperti beras, jagung, dan gula pada April 2025.
Kementerian Keuangan mencatat, realisasi bea masuk hanya mencapai Rp15,4 triliun atau 29,2 persen dari target APBN. Angka ini turun 1,9 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, penurunan ini bukan sinyal negatif, melainkan mencerminkan kuatnya ketahanan pangan nasional.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan bahwa tidak adanya impor beras, jagung, dan gula menunjukkan pasokan dalam negeri yang memadai. “Penurunan ini wajar karena tidak ada impor dari tiga komoditas tersebut. Justru ini indikasi positif bahwa kita sudah mampu memenuhi kebutuhan dari dalam negeri,” ujar Anggito, dikutip Agricom.id dari laman Kementan, Jumat (30/5).
BACA JUGA:
- Cadangan Beras Aman, Kementan Lanjutkan Program Tanam Padi Gogo di Pandeglang
- Indonesia–Prancis Sepakati Kerja Sama Strategis di Sektor Pertanian
Ia juga menambahkan bahwa jika penerimaan dari ketiga komoditas itu dikecualikan, maka bea masuk justru tumbuh positif. “Tanpa beras, jagung, dan gula, penerimaan bea masuk naik 4,3 persen secara tahunan,” jelas Anggito.
Capaian ini merupakan hasil dari strategi pertanian nasional yang mencakup peningkatan produksi lokal, efisiensi distribusi, dan berbagai bentuk dukungan langsung kepada petani. Upaya ini memperkuat ketahanan pangan sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap impor.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan, stok cadangan beras pemerintah di Perum Bulog per 24 Mei 2025 telah mencapai 3,9 juta ton.
“Ini capaian luar biasa. Alhamdulillah, stok Bulog sudah mencapai 3,9 juta ton. Ini mencerminkan ketahanan pangan nasional yang semakin kokoh, terutama di tengah krisis pangan global,” ujarnya, sembari menyampaikan apresiasi kepada para petani.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) turut memperkuat capaian tersebut. Produksi beras pada Januari–Juni 2025 diperkirakan mencapai 18,76 juta ton, naik 11,17 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Pada periode yang sama, luas panen jagung pipilan diproyeksikan mencapai 1,42 juta hektare, naik 11,64 persen dari tahun sebelumnya. Total produksi jagung pipilan kering (kadar air 28 persen) pun diprediksi melonjak menjadi 10,91 juta ton, atau naik 12,88 persen dari 9,67 juta ton pada Januari–Juni 2024.
Tak hanya di sektor impor, kontribusi sektor pertanian juga terlihat dari penerimaan bea keluar yang melonjak 95,9 persen menjadi Rp11,3 triliun. Lonjakan ini didorong oleh naiknya harga ekspor crude palm oil (CPO), memperkuat kontribusi pertanian tidak hanya pada ketahanan pangan, tetapi juga pada pendapatan negara. (A3)