AGRICOM, BANDUNG – Gelaran 3rd Technology and Talent Palm Oil Mill Indonesia (TPOMI) 2025 resmi ditutup pada Rabu, 10 Juli 2025. Hari terakhir ini diwarnai diskusi strategis dari para pemangku kepentingan, mulai dari regulator hingga pelaku industri, yang menyoroti arah masa depan industri kelapa sawit Indonesia yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Ir. Putu Juli Ardika, MA, membuka sesi utama dengan menekankan pentingnya pasokan bahan baku seperti CPO dan biomassa sawit yang memadai dan berkelanjutan bagi industri pengolahan.
Ia menegaskan, percepatan adopsi teknologi menjadi langkah krusial. “Dengan terbatasnya ekspansi lahan, peningkatan produktivitas harus ditempuh melalui optimalisasi tiga pilar, yaitu; hardware, humanware, dan infoware,” ujar Putu.
BACA JUGA:
- TPOMI 2025: Ajang Kolaborasi Teknologi dan SDM untuk Pengolahan Sawit Berkelanjutan
- 16 Inovator dan Institusi Penggerak Transformasi Perkebunan Raih Medbun Awards 2025
Pada aspek hardware, Kemenperin mendorong penerapan teknologi ramah lingkungan seperti Steamless POME-Less Palm Oil Technology (SPPOT) untuk menekan emisi dan limbah industri. Pemerintah juga telah menyiapkan dukungan berupa insentif perizinan, restrukturisasi mesin (dengan skema penggantian hingga 35%), standarisasi produk, hingga pembiayaan investasi rendah karbon.
Untuk humanware, peningkatan kompetensi SDM menjadi prioritas melalui pendidikan vokasi dan pelatihan, agar selaras dengan kebutuhan industri. Sementara itu, infoware difokuskan pada transformasi digital, termasuk pengembangan platform SIPROSATU sebagai sistem pelaporan digital kinerja pabrik sawit, dan integrasi data industri lewat SIINas (Sistem Informasi Industri Nasional).
Transformasi ini sejalan dengan visi Making Indonesia 4.0, yang bertujuan meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kepastian berusaha di sektor industri.
Dalam kesempatan yang sama, Lila Harsyah Bakhtiar, Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kemenperin, menambahkan bahwa hilirisasi tetap menjadi strategi utama dalam mendorong nilai tambah produk sawit. “Hilirisasi adalah kunci untuk menjamin pasokan bahan baku dan meningkatkan kontribusi sektor ini bagi perekonomian nasional,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan target pemerintah untuk mendorong nilai industri sawit hingga mencapai Rp1.000 triliun pada 2029, melalui integrasi teknologi dan digitalisasi yang mempermudah proses bisnis pelaku usaha.
Menyoroti potensi yang masih belum tergarap maksimal, Putu menambahkan bahwa ke depan, pemerintah akan lebih serius mengembangkan sektor biomassa sawit sebagai bahan bakar. “Selama ini fokus kita masih di minyak, padahal biomassa memiliki nilai tambah besar. Saat ini harganya USD 40–80 per metrik ton, nanti ditargetkan bisa di atas USD 100,” ungkapnya.
Putu menyimpulkan bahwa TPOMI 2025 menjadi bukti kesiapan industri sawit dalam memasuki era digital dan teknologi tinggi. “Banyak teknologi baru yang hadir di sini sebagai solusi pengganti sistem lama yang lebih efisien dan ramah lingkungan,” pungkasnya. (A3)