AGRICOM, JAKARTA — Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong peningkatan produktivitas industri pengolahan kakao melalui program ekstensifikasi lahan dengan memanfaatkan lahan bekas tambang, kawasan perhutanan sosial, dan hutan tanaman industri.
Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza, di Jakarta, Senin, menyampaikan bahwa langkah tersebut menargetkan peningkatan produktivitas kakao dari 0,2 ton menjadi 1,5 ton per hektare per tahun.
“Diproyeksikan, upaya ini dapat menambah produksi biji kakao hingga 450 ribu ton dalam kurun 10 tahun,” ujarnya dikutip Agricom.id dari Antara .
BACA JUGA: Bank Indonesia Dorong Sulteng Optimalkan Potensi Kakao untuk Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan data International Cocoa Organization (ICCO) 2024, Indonesia menempati peringkat ke-4 dunia sebagai produsen produk olahan kakao dan peringkat ke-7 sebagai produsen biji kakao. Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Statistik Perdagangan Internasional 2024 mencatat nilai ekspor industri pengolahan kakao mencapai USD 2,4 miliar, dengan volume 304 ribu ton di 110 negara, termasuk Amerika Serikat, India, Tiongkok, dan Malaysia.
Selain ekstensifikasi lahan, Kemenperin juga menjalankan program Cocoa Doctor untuk memperkuat industri kakao nasional. Program yang bekerja sama dengan PT Mars Symbioscience Indonesia ini fokus pada pelatihan sumber daya manusia secara berkelanjutan.
“Sejak 2024, program ini telah melatih 450 Cocoa Doctor dan menjangkau lebih dari 40 ribu petani kakao di seluruh Indonesia,” kata Faisol.
Untuk meningkatkan daya saing harga di tingkat petani, Kemenperin turut mendorong pertumbuhan industri cokelat artisan. Pada tahun 2025, jumlah perusahaan cokelat pengrajin tercatat 47 perusahaan, naik dari 31 perusahaan pada tahun 2023.
BACA JUGA: Kunjungi Puslitkoka Jember, BPDP Dorong Pengembangan Komoditas Kakao Melalui Dana Perkebunan
Sebelumnya, Kemenperin juga menginisiasi pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kakao. Lembaga ini akan secara langsung mendukung pengembangan industri kakao dari hulu hingga hilir secara berkelanjutan. Dengan harga kakao dunia yang saat ini tengah melonjak, kehadiran BPDP diharapkan mampu mengoptimalkan potensi Indonesia dalam mengembangkan strategi subsektor industri makanan dan minuman tersebut. (A3)