Agricom.id

Ngopi Sawit Vol. 1 : Petani Dukung Harga TBS Sawit Tak Diganjal Pajak Supaya Melangit

Petani Dukung Harga TBS Sawit Tak Diganjal Pajak Supaya Melangit

InfoSAWIT, JAKARTA - Guna meningkatkan harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit ditingkat petani, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.05/2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Kementerian Keuangan.

Dimana dalam revisi PMK tersebut, tarif pungutan ekspor yang dikumpulkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS),  untuk semua produk minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya menjadi nol. Kebijakan tersebut akan berlaku sementara, terhitung sejak diundangkan tanggal 15 Juli 2022 sampai dengan 31 Agustus 2022. 

Sementara dimulai 1 September akan berlaku kembali tarif maksimal US$ 240/ton untuk harga CPO di atas US$ 1500/ton, dengan perubahan tarif advalorem yang progresif terhadap harga.

Langkah yang diambil pemerintah tersebut memperoleh respon dari petani yang tergabung dalam Persatuan Organisasi Petani Sawit Indonesia (POPSI),  terdiri dari Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia – Perjuangan (APKASINDO – Perjuangan) Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (ASPEKPIR), Jaringan Petani Sawit Berkelanjutan Indonesia (Japsbi), Jaringan Petani Sawit Nasional.

Diungkapkan, Ketua Umum POPSI, Pahala Sibuea, adanya penghapusan sementara Pungutan Ekspor minyak sawit yang hanya berlaku sampai 31 Agustus 2022 perlu diwaspadai, lantaran pola kebijakan yang diambil semestinya dilakukan diskusi yang mendalam dengan mengikutsertakan petani yang menerima dampak langsung dari kebijakan tersebut.

“Jangan sampai dilaksanakan sebelum pengaturan PE dan Bea Keluar (BK) diperbaiki terlebih dahulu,  dan kami bisa diajak diskusi bagaimana cara menerapkan PE dan BK itu supaya tidak memberatkan petani,” katanya saat Press Conference POPSI yang difasilitasi InfoSAWIT pada Rabu (20/7/2022) di Jakarta.

Senada dikatakan Ketua Aspekpir, Setiyono, kondisi sawit di tingkat petani sudah sangat memprihatinkan, kedati tidak menyalahkan pemerintah dengan menerapkan kebijakan yang diambil. Sebelumnya kondisi serupa juga pernah terjadi pada 2008 silam, namun kondisinya saat ini sangat parah lantaran harga TBS Sawit yang sebelumnya Rp 4.000/kg menjadi hanya sekitar Rp 400/Kg.

“Kami tahu ini pernah terjadi di 2008, namun kondisi saat ini lebih berdampak parah, karena saat ini ditengarai ada perusahaan yang memanfaatkan dengan situasi seperti ini, utamanya perusahaan minyak goreng sawit,” kata Setiyono.

Kata Setiyono, terkait minyak goreng semestinya bisa dilakukan dengan penerapan Bantuan Langsung Tunai (BLT), supaya tidak terjadi penyimpangan. Sebab bila yang dilakukan subsidi terhadap produk atau barang, maka barang yang disubsidi akan hilang di pasaran.

Menurut pantauan Serikat Petani kelapa Sawit (SPKS) di 14 Kabupaten dan 5 Provinsi, harga TBS Sawit terus mengalami penurunan harga yang sangat dalam. Diungkapkan Kepala Bidang organisasi dan Anggota SPKS, Sabarudin, dengan adanya pencabutan sementara PE minyak sawit sesuai regulasi PMK no 115/2022, belum bisa menjadi solusi dalam meningkatkan harga TBS Sawit petani.

Bahkan kata dia, pihaknya juga sedang meluncurkan petisi digital guna mencabut kebijakan Pungutan ekspor dan Bea Keluar (BK) CPO.

Lebih lanjut tutur Sabarudin, kebijakan pencabutan ini dianggap terlambat karena harga sudah di bawah Rp 1.000/kg. “Terlebih saat ini tata kelola kebun sawit ditingkat petani sudah tidak lagi diperhatikan, apalagi ada kebijakan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang juga membutuhkan dukungan dari petani kelapa sawit,” katanya.

Sabarudin juga mengingatkan, tata kelola sawit harus diperhatikan, selanjutnya harus pula dihitung Kemenko dan Kementan seberapa besar PE akan bisa menormalkan harga TBS Sawit. “Itu harus menjadi titik evaluasi penerapan kebijakan PE,” katanya.

Merujuk analisa Suaduon Sitorus dari Jaringan Petani Sawit Nasional, guna pemulihan harga TBS Sawit kedepan setidaknya perlu ada dua langkah yang bisa dilakukan pemerintah, pertama, melakukan normalisasi rantai pasar, lantaran selama ini buffer stok CPO, yang selalu menjadi delik alasan dengan munculnya beragam kebijakan itu, mengatasi hal tersebut maka caranya adalah dengan mencabut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) dan Flash Out (FO) dan Pungutan Ekspor (PE).

Lantas kedua, pemerintah harus memberikan insentif kepada para pelaku ekspor dengan melakukan pengurangan nilai Bea Keluar (BK). Saat ini yang dilakukan pemerintah bukan solusi yang tuntas lantaran dalam beleid PMK No. 115/2022, penghapusan PE hanya berlaku hingga 31 Agustus 2022, sementara per September 2022 akan diadakan kembali dan nilainya menjadi US$ 240.

Kata Suaduon, dengan beleid seperti itu akan semakin membahayakan lantaran selain ada penghapusan juga memastikan akan ada peningkatan pungutan lebih besar dari sebelumnya yang yang hanya mencapai US$ 200/ton menjadi US$ 240/ton.

“Ini akan memberikan respon kepada pengusaha dengan tidak menaikan harga TBS sawit, kami melihat ini adalah solusi banci, “ katanya.

Lebih lanjut kata Suaduon, bagi petani sawit yang awam adanya penghapusan Pungutan Ekspor dianggap akan memberikan harapan. “Kami berharap asosiasi yang ada bisa memiliki satu visi perjuangan bersama dan menuntut keseriusan pemerintah dalam menghadapi masalah petani,” katanya.

Ketua Apkasindo Perjuangan, Alvian Rahman mengungkapkan, saat ini Harga TBS Sawit telah terdampak dan harganya menutu selama 3 bulan terakhir. “Petani sawit sudah ambruk karena kebijakan yang kurang tepat,” ungkapnya.

Saat diterapkan penghentian ekspor pada 28 April 2022, awal mula penurunan harga TBS Sawit petani yang sangat drastiS, telah membuat pelaku usaha dan harga di tingkat bawah anjlok mengalami kepanikan serta berimbas pada aspek ekonomi petani, dimana banyak pihak yang menggantungkan hidupnya pada komoditi sawit.

Sebab itu kata Alvian, solusi nya adalah dengan melakukan ekspor CPO secara bertahap dimana stok di dalam negeri per Juli 2022 diperkirakan akan mencapai 8 juta ton. “Bila dilakukan ekspor secara sekaligus akan semakin membuat harga minyak sawit ditingkat global menurun,” katanya.

Termasuk melakukan evaluasi terhadap besaran Bea Keluar dan pungutan ekspor yang saat ini diterapkan. Lantaran belajar dari Negara lain, dalam kondisi ini mereka menerapkan pajak ekspor dengan nilai yang rendah misalnya Thailand hanya sekitar 7%, Malaysia 3%, Vietnam sebesar 13%, “sementara Indonesia justru menerapkan pungutan dan pajak sebanyak 60%,” tandas Alvian. (T2)

 

Artikel ini telah tayang di infosawit.com dengan judul © Berita Sawit - Petani Dukung Harga TBS Sawit Tak Diganjal Pajak Supaya Melangit

Klik untuk baca: https://www.news.infosawit.com/news/12852/petani-dukung-harga-tbs-sawit-tak-diganjal-pajak-supaya-melangit

Galeri Foto

TOP