Menelisik Peran Agrinas dalam Perkebunan Sawit Berkelanjutan Indonesia


AGRICOM, JAKARTA - Permintaan dan konsumsi global terhadap minyak sawit dan turunannya—baik untuk pangan, bioenergi, maupun produk perawatan—terus meningkat setiap tahun. Dengan produksi mencapai sekitar 100 juta ton per tahun, minyak sawit kini menjadi komoditas minyak nabati paling strategis di dunia, menyumbang lebih dari 40% kebutuhan global.

Indonesia memegang peran kunci dalam industri ini. Sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, dengan lebih dari 16,8 juta hektare lahan perkebunan, Indonesia menyuplai lebih dari 55% kebutuhan minyak sawit global dan menjadi aktor utama dalam perdagangan serta ketahanan minyak nabati dunia.

Sejalan dengan peningkatan permintaan pasar dunia dan peningkatan harga minyak sawit rata-rata dunia yang terus naik hingga kisaran US$ 1100 per ton saat ini, jauh melonjak dari US$ 600 pada tahun 2015.

BACA JUGA: Babak Baru Perdagangan Komoditas: Indonesia-EAEU Sepakati FTA untuk Dorong Ekspor CPO, Kopra, Kopi, Karet alam, dan Kakao

Pasar minyak sawit di pasar global yang terus meningkat secara langsung berdampak positif bagi Indonesia. Menurut data dari Kementerian Keuangan RI, devisa negara yang diperoleh dari bisnis minyak sawit pada tahun 2024 mencapai US$ 88,1 juta, setara dengan sekitar Rp 660 triliun, dan terus meningkat setiap tahunnya.

Sejak tahun 1980-an, bisnis perkebunan sawit di Indonesia telah berkembang pesat yang dimotori oleh perusahaan swasta bersama dengan BUMN dan petani sawit. Hubungan kerjasama perusahaan perkebunan dan petani sawit terbangun melalui berbagai pola kemitraan yang telah membantu meningkatkan perekonomian masyarakat di berbagai daerah.

Namun demikian, usaha perkebunan sawit ini terus menghadapi tantangan dan kendala serius, terutama terkait kebijakan perijinan penggunaan lahan dan kepastian berusaha yang kerap menghambat perwujudan pertumbuhan Perkebunan sawit berkelanjutan.


Bisnis Sawit Indonesia Butuh Kepastian Hukum

Kebijakan Presiden untuk mengatur usaha perkebunan sawit melalui penertiban kawasan hutan dapat dilihat sebagai langkah untuk mencegah ketidakpastian hukum di masa depan bagi pengembangan perkebunan sawit. Berbagai masalah yang dihadapi sektor ini banyak berasal dari ketidakpastian hukum yang berkaitan dengan legalitas lahan perkebunan sawit.

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2025, pemerintah Indonesia telah melakukan pengambilalihan terhadap lahan perkebunan sawit ilegal yang berada di kawasan hutan. Melalui Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), pemerintah berusaha menertibkan perkebunan sawit yang berada di kawasan hutan melalui penyitaan lahan oleh Kejaksaan Agung RI.

Selanjutnya, pemerintah telah melakukan penyitaan atas perkebunan sawit dan bekerja sama dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengelolanya melalui perusahaan BUMN bernama PT. Agrinas Palma Nusantara (Agrinas). Berdasarkan data dari Kejaksaan Agung RI Tahun 2025, Satgas PKH telah berhasil melakukan penyitaan lahan perkebunan sawit seluas 1,1 juta hektare.

Tentu saja, pengelolaan lahan perkebunan sawit oleh Agrinas, yang merupakan perusahaan milik negara, mendapatkan berbagai reaksi dari masyarakat, baik positif maupun negatif. Hal ini karena Agrinas awalnya beroperasi di bidang kontraktor dan konsultan, kini berubah menjadi pengelola perkebunan sawit yang memiliki lahan hingga jutaan hektar.

Namun, kehadiran Agrinas dapat menjadi solusi bagi pelaku bisnis perkebunan sawit di dalam negeri, mengingat berbagai ketidakpastian hukum yang selama ini sangat mengganggu. Dengan adanya regulasi yang tegas dari pemerintah, kejelasan hukum untuk bisnis sawit kini menjadi lebih baik.



PT. Agrinas Palma Nusantara: Solusi Unggulan untuk Minyak Sawit Berkelanjutan.

Dengan adanya Agrinas, yang menjadi simbol intervensi pemerintah dalam pengelolaan perkebunan sawit di Indonesia, diharapkan menjadi Solusi penyelesaian beberapa permasalahan krusial yang selama ini menghantui dan menghambat perkembangan bisnis sawit.

Dari aspek keberlanjutan, sebagai badan usaha milik pemerintah, Agrinas menawarkan Lima manfaat penting dan terobosan dalam ikhtiar perwujudan sawit Indonesia berkelanjutan.

Pertama, Agrinas menjadi pemicu untuk pemutihan lahan yang sebelumnya dianggap bermasalah dengan kebijakan pemberian legalitas lahan yang jelas oleh pemerintah. Status lahan yang tumpang tindih secara administratif dengan kawasan hutan dengan sendirinya harus diubah secara legal formal menjadi kawasan non-hutan dan dikeluarkan dari status kawasan hutan menjadi kawasan budidaya. Oleh karenanya, pemerintah perlu segera menerbitkan aturan untuk pemutihan kawasan perkebunan sawit dan secepatnya menata ulang tata ruang lahan dan peta kawasan hutan nasional.

 

Kedua, dengan penguasaan Agrinas atas semua lahan perkebunan sawit yang sebelumnya dianggap bermasalah, maka dengan pemerintah berkewajiban memutihkan status lahan perkebunan sawit yang selama ini diasosiasikan sebagai perambahan hutan atau deforestasi. Pemerintah secara tegas perlu menjawab semua tuduhan tentang permasalahan deforestasi dengan menunjukkan bahwa semua permasalahan ketidakpastian status lahan perkebunan sawit telah selesai dan perkebunan sawit tidak terkait dengan isyu perambahan hutan atau deforestasi.

Ketiga, perubahan yang muncul dari pengambilalihan lahan oleh pemerintah dan pengelolaan Perkebunan sawit oleh Agrinas tata ruang menjadi momentum untuk mewujudkan perkebunan sawit Indonesia berkelanjutan secara menyeluruh. Sebelumnya, ikhtiar untuk mencapai 100 persen perkebunan sawit berkelanjutan  selalu terentur dengan permasalahan tumpang tindih status administratif lahan dengan kawasan hutan. Diharapkan dengan pengelolaan oleh pemerintah melalui Agrinas yang dilanjutkan dengan penataulangan peta tata ruang lahan dan kawasan hutan nasional, maka komitmen dan sertifikasi semua perkebunan sawit Indonesaia akan dapat terlaksana.

Keempat, diharapkan dengan adanya peta tata ruang dan kawasan hutan baru yang rasional, maka pembangunan Perkebunan sawit berkelanjutan dapat terus dilakukan melalui pembukaan perkebunan baru untuk energy estate atau food estate di kawasan yang benar-benar secara ekologis bukan hutan. Dalam hal ini, Agrinas akan menjadi pelaksana pembanguan sesuai kaidah dan standar keberlanjutan serta kepatuhan pada aturan yang berlaku. 

Terakhir, Agrinas dapat menjadi percontohan untuk perkebunan sawit berkelanjutan yang patuh dan taat hukum dalam pengelolaan lahan dan praktek perkebunan berkelanjutan yang guna memenuhi standar perdagangan dan pasar global. Aspek budidaya berkelanjutan dapat diwujudkan melibatkan ahli dalam budidaya sawit yang memiliki keahlian spesifik. Ini mencakup penggunaan benih unggul, pengelolaan hama secara terpadu, praktik pemupukan yang optimal, serta metode pemanenan melalui sistem Early Harvest Programme (EHP).

Hal ini dapat dicapai melalui kemitraan dan kerjasama dengan perkebunan swasta yang telah memiliki kompetensi yang mumpuni baik dari sisi teknis agronomi perkebunan maupun aspek sustainability untuk bersama tumbuh dan berkembang dengan baik. Selain itu, penting bagi Agrinas untuk segera merangkul dan bermitra dengan semua pelaku usaha sawit Indonesia guna menjaga pertumbuhan produksi nasional minyak sawit dan meningkatkan kontribusi sawit bagi pembangunan bangsa.

Keberhasilan Agrinas akan menjadi tonggak keberhasilan pemerintah dibawah kepemimpinan Pesiden Prabowo Subianto dalam dua hal penting, Pertama, menyelesaikan permasalahan tata guna lahan dan ketidakpastian status kawasan yang sangat kompleks dan berlarut dengan kebijakan komprehensif. Kedua, menjaga industri sawit sebagai industri strategis untuk terus tumbuh secara berkelanjutan.

 

Ditulis oleh: Edi Suhardi, Analis Berkelanjutan

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


TOP