Lokadaya Luncurkan LOKADANA, Platform Hibah Partisipatif

Lokadaya Luncurkan LOKADANA, Platform Hibah Partisipatif
Agricom.id

30 September 2025 , 21:39 WIB

Merumuskan bersama cara gerakan organisasi masyarakat sipil yang bergabung dalam jaringan simpul Aliansi Keterlibatan Sipil Indonesia (Indonesia Civic Engagement Alliance/CEA). Ruang konsolidasi ini dibangun dengan penuh kesadaran bersama untuk tetap relevan pada situasi saat ini. Foto: Rizkiani Milania/Penabulu

 

AGRICOM, JAKARTA  – Jejaring Lokadaya resmi memperkenalkan LOKADANA, sebuah platform hibah partisipatif yang dirancang untuk menghilangkan kebutuhan komunitas, dengan prinsip dasar dan manfaat. Peluncuran ini sekaligus menjadi momentum dibukanya Panggilan Hibah Mikro Siklus-1.

Acara peluncuran diadakan secara berani dan dirangkaikan dengan diskusi bertajuk “Hibah Itu Mestinya Menguatkan dan Memberdayakan” . Tiga narasumber hadir dalam diskusi ini, yaitu Tino Yosepyn (Lokadaya), Adam Kurniawan (Balang Institute), dan Nurul Saadah (SAPDA Yogyakarta).

Kegiatan tersebut berlangsung sangat luas, dengan kehadiran sekitar 240 perwakilan organisasi dari 38 provinsi di Indonesia.

BACA JUGA: 

- Temuan Radiasi pada Cengkeh Jadi Peringatan bagi Gagasan Ekonomi Hijau

- Gula, Cermin Bangsa: Dari Kejayaan Tebu hingga Runtuhnya Industri Manis Nusantara

 

Demokrasi yang Mundur, Ruang Sipil yang Menyempit

Dalam satu dekade terakhir, ruang gerak masyarakat sipil di Indonesia kian terbatas. Demokrasi yang sempat berkembang kini menunjukkan tanda-tanda yang serius. Adam Kurniawan menandaskan, indikator penurunan ini bisa dilihat dari melemahnya kebebasan sipil, pengesahan regulasi yang membatasi partisipasi warga, hingga semakin rapuhnya lembaga pengawasan.

Data terbaru dari BTI 2024 mencatat penurunan signifikan kualitas demokrasi Indonesia akibat terkikisnya izin kekuasaan dan kebebasan sipil. Laporan Freedom House menempatkan Indonesia dengan skor 56/100, hanya berstatus Partly Free . Sementara V-DEM Democracy Report 2025 memasukkan Indonesia ke dalam gelombang otokratisasi global, dengan gejala polarisasi politik yang dalam dan kian lemahnya mekanisme check and balance.

“Kita bahkan menyaksikan langsung bagaimana setelah aksi massa 17+8, lebih dari 6.700 orang ditahan. Gambaran ini jelas bahwa ruang demokrasi semakin mengecil,” ujar Adam, dalam keterangan yang diterima Agricom.id , Selasa (30/09).

Selain krisis demokrasi, Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) juga menghadapi krisis pendanaan. Nurul Saadah dari SAPDA Yogyakarta menyoroti, donor internasional semakin mengurangi dukungan langsung ke OMS lokal. Dana lebih banyak disalurkan melalui lembaga besar atau kontraktor internasional, sementara organisasi kecil berbasis komunitas yang kritis justru tersisih.

“Pendanaan domestik pun tidak lebih baik. Seringkali diarahkan untuk agenda yang dekat dengan kepentingan kekuasaan atau pasar, sehingga jarang bisa diakses oleh organisasi yang kritis mendampingi komunitas,” jelas Nurul.

Ia juga menyebut Survei Planet Indonesia (2025) yang menunjukkan 75% kesulitan OMS mengakses dana overhead, dan 57% hambatan karena persyaratan administratif berlapis. Akibatnya, kelompok akar rumput yang seharusnya menjadi pusat inovasi malah hanya diposisikan sebagai pelaksana program. “Mereka tidak punya ruang untuk menentukan strategi, padahal merekalah yang paling tahu atas solusi permasalahan yang dihadapi,” tambahnya.

 

LOKADANA sebagai Terobosan

Dari kondisi inilah LOKADANA lahir. Menurut Tino Yosepyn, LOKADANA tidak hanya sekedar skema hibah, melainkan instrumen politik sipil masyarakat untuk memastikan gerakan tetap berdaulat, relevan, dan berkelanjutan.

LOKADANA menempatkan komunitas di pusat pengambilan keputusan. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi, semua dijalankan dengan filosofi bahwa kekuatan ada di tangan mereka yang terdampak. Prosesnya dibuat sederhana, fleksibel, dan berorientasi pada kebutuhan nyata, sehingga dana tidak hanya menjawab situasi darurat, tetapi juga memperkuat solidaritas dan keinginan jangka panjang.

Tino menekankan, “LOKADANA ibarat arisan masyarakat sipil.” Seperti arisan yang lahir dari budaya gotong royong, LOKADANA mengajak organisasi, komunitas, maupun individu untuk saling berbagi, mengumpulkan kekuatan, dan menopang satu sama lain.

“Setiap orang bisa berkontribusi. Setiap komunitas bisa ikut terlibat. Dari situlah kekuatan dikumpulkan, dan dana dikelola secara kolektif. LOKADANA menjadi sarana bersama untuk membangun instrumen ekonomi sekaligus politik, agar gerakan masyarakat sipil tidak tergantung pada donor besar, dan tetap mampu berdiri dalam pengawasannya sendiri,” jelas Tino.

Konsep arisan ini relevan karena menyentuh akar budaya solidaritas di Indonesia. Dari desa hingga kota, arisan telah lama menjadi cara warga mengatur kebutuhan, mengelola risiko, dan memperkuat ikatan sosial. Dengan LOKADANA, prinsip itu ditarik ke ranah gerakan masyarakat sipil. Pada saat peluncuran terhimpun dana sebesar 36 juta rupiah untuk hibah darurat.

Menurut Ilham Majid, perwakilan Sophia Nusantara dari Merauke, Papua Selatan, Lokadana bisa menjadi harapan baru bagi organisasi masyarakat sipil di Merauke yang sedang berjuang melawan Food Estate. Organisasi masyarakat sipil dapat menjalankan agendanya sendiri, tanpa harus bergantung pada agenda dan mekanisme yang diatur dari luar tanah Papua.

Peluncuran LOKADANA sekaligus menandai dimulainya Panggilan Hibah Mikro Siklus-1 atau Financial Support to Third Parties (FSTP) . Dukungan ini diberikan kepada komunitas, kelompok perempuan, pemuda, dan inisiatif akar rumput. Skema hibah ini memungkinkan organisasi kecil mengakses dukungan tanpa batasan batasan yang berlapis. “Kita ingin memastikan dana benar-benar sampai ke mereka yang membutuhkannya, tidak habis di administrasi,” ujar Tino.

Hibah ini juga menjadi ruang pembelajaran kolektif. Dari siklus pertama, Lokadaya berharap bisa mengumpulkan praktik dengan baik, memperkuat solidaritas lintas komunitas, dan menyusun dasar untuk siklus-siklus berikutnya.

Perlu diketahui, Lokadaya adalah jaringan organisasi masyarakat sipil yang saat ini terdiri dari 408 organisasi di 38 provinsi. Jejaring ini Didirikan pada 24 Maret 2021 oleh 62 organisasi di 34 provinsi, sebagai simbol simpul keberdayaan masyarakat sipil di Indonesia.

Lokadaya bertujuan menggalang, berbagi, dan mengelola sumber daya domestik secara efektif demi kontribusi kontribusi OMS dalam pembangunan yang inklusif. Inisiatif ini juga mendapat dukungan dari CO-EVOLVE 2, program Uni Eropa yang membantu OMS di Indonesia beradaptasi dengan perubahan global, termasuk dampak pandemi Covid-19.

LOKADANA lahir di saat pintu lama semakin tertutup: ruang sipil menyempit, demokrasi mundur, dan donor global bergeser. Namun dari keterdesakan itu, gerakan masyarakat sipil justru menemukan jalan baru.

Melalui LOKADANA, pendanaan tidak lagi dilihat sekadar sebagai instrumen donor, melainkan bagian dari gerakan itu sendiri. Setiap rupiah yang terkumpul adalah simbol kemandirian, setiap komunitas yang bergabung adalah energi kolektif, dan setiap hibah yang disalurkan adalah langkah memperkuat demokrasi dari bawah.

“Bersama, kita membangun arisan masyarakat sipil demi demokrasi dan keadilan yang berkelanjutan,” pungkas Tino.

Peluncuran LOKADANA dan Panggilan Hibah Mikro Siklus-1 adalah momen penting untuk membalik logika komputer sipil di Indonesia. Jika selama ini pendanaan datang dari luar dan sering kali memecah belah solidaritas, maka LOKADANA mengajukan model baru: dari komunitas, untuk komunitas.

Dengan semangat arisan, LOKADANA membuktikan bahwa masyarakat sipil Indonesia mampu berdiri di atas kaki sendiri, saling menopang, dan membangun mekanisme politik-ekonomi yang menjaga keseimbangan gerakan. (A3)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


TOP