Dorab Mistry menilai pasar minyak sawit berada di titik balik penting—produksi stagnan, permintaan meningkat, dan kebijakan Indonesia akan menjadi pemicu utama reli harga hingga 5.500 ringgit per ton. Foto: Agricom
AGRICOM, NUSA DUA, BALI — Optimisme soal masa depan harga minyak sawit kembali memanas di panggung Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2025 dan Price Outlook 2026. Dalam presentasi yang dinanti banyak pelaku pasar, Dorab Mistry, Director Godrej International Ltd. , menyoroti kondisi global yang menurutnya sedang “matang” untuk kenaikan harga sawit.
Menurut Mistry, pasar minyak nabati berada dalam situasi yang anomali. Produksi global stagnan, permintaan terus meningkat, dan petani tidak mendapat keuntungan, sehingga penanaman tidak berkembang.
"Harga oilseed saat ini tidak menarik. Petani di seluruh dunia tidak bahagia," ujarnya, dikutip Agricom.id .
BACA JUGA:
- IPOC 2025: Analis Oil World Thomas Mielke Ingatkan Program B50 Bisa Jadi Pedang Bermata Dua
- IPOC 2025: Pietro Paganini Soroti Peran Persepsi Publik dalam Masa Depan Industri Sawit
Situasi ini, kata Mistry, menyiapkan panggung untuk reli harga. Produksi sawit stagnan, produktivitas menurun, sementara biodiesel tumbuh berkat insentif dan permintaan energi bersih.
Dengan kombinasi itu, ia menyimpulkan dengan sederhana, “Kalau produksi datar dan permintaan naik, harga harus naik.”
Prediksi Harga: Bisa Tembus 5.500 Ringgit
Mistry memperkirakan:
- 5.000 ringgit/ton pada akhir Desember 2025
- 5.500 ringgit/ton pada Januari–Maret 2026
Peningkatan ini akan semakin eksplosif jika Indonesia menyesuaikan kebijakan DMO atau tetap mendorong mandatori biodiesel B50. “Kalau ekspor dipersempit, futures langsung terbang,” katanya.
Harga Minyak Mentah Efek Domino ke Sawit
Mistry menilai harga minyak mentah yang saat ini rendah berpeluang naik tahun depan. OPEC negara-negara diperkirakan akan menjadi lebih agresif dalam produksi seperti periode sebelumnya.
Kenaikan minyak mentah secara otomatis akan mendorong harga sawit, apalagi dengan naiknya permintaan biodiesel dan bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF) .
Selain itu, kebijakan moneter AS juga menjadi faktor utama. Ia mengisyaratkan pemerintahan Trump akan terus menekan The Fed untuk menurunkan suku bunga mendekati nol, dan bahkan membuka kembali era pelonggaran kuantitatif (QE).
Kebijakan itu akan membuat pasar komoditas, termasuk sawit, lebih bergairah.
BACA JUGA: IPOC 2025, Menteri Rachmat Pambudy: Sawit Adalah Jembatan Persahabatan dan Kemanusiaan
Puncak Kenaikan Diprediksi Mulai Akhir November
Saat ini, pasar sawit menurutnya sedang oversold . Dana investor keluar, harga melemah. Namun Mistry yakin momentum pembalikan sudah dekat.
“Kita akan tahu di akhir November. Begitu produksi turun, harga akan mulai naik tajam,” yakinnya. (A3)