Wamentan Sudaryono menekankan urgensi RUU Komoditas Strategis untuk memperkuat kendali negara atas stok pangan, mendorong hilirisasi, dan meningkatkan kesejahteraan petani di tengah tekanan global. Foto: Istimewa
AGRICOM, JAKARTA — Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menegaskan pentingnya peran negara dalam mengendalikan strategi komoditas yang mencakup kebutuhan dasar masyarakat. Menurutnya, Indonesia membutuhkan payung hukum yang kokoh agar pemerintah bisa bergerak cepat ketika terjadi kelangkaan atau gejolak harga.
Dalam Rapat Kerja Baleg DPR RI terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Strategi Komoditas, Rabu (26/11/2025), Sudaryono—yang akrab disapa Mas Dar—menyebut bahwa negara harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk mengamankan stok tanpa ketergantungan pada pihak lain.
"Komoditas penting untuk masyarakat Indonesia harus mengendalikan negara secara fisik. Tidak semuanya harus kita kuasai, tetapi kita harus memiliki stok dan kekuatan. Ketika terjadi kelangkaan atau situasi genting, negara bisa langsung mengeksekusi tanpa meminta kepada pihak lain," ujarnya dikutip Agricom.id dalam keterangannya.
BACA JUGA:
- GAPKI Perluas Kemitraan Global, Teken Enam MoU Strategis di AS dan Eropa
- SPKS Dampingi Ribuan Petani Sawit Kalimantan Gugat PP 45/2025 ke Mahkamah Agung
Perlindungan Petani dan Antisipasi Gejolak Global
Sudaryono menilai strategi komoditas perlu diatur secara jelas dalam RUU agar pengelolaannya lebih terarah dan berkelanjutan. Pendataan dan penetapan yang rinci diyakini dapat memperkuat perlindungan bagi petani sekaligus menjaga stabilitas pasokan nasional.
Ia menyebut RUU ini semakin relevan di tengah tekanan global seperti perubahan iklim, gangguan rantai pasok, perang dagang, dan memburuknya harga pangan dunia. “Dengan landasan hukum yang kuat, Indonesia dapat memperkuat ketahanan pangan dan menjamin stabilitas ekonomi nasional,” kata Sudaryono.
BACA JUGA: Harga TBS Jambi Menguat, Naik Rp 9,15 per Kg Jelang Awal Desember 2025
Hilirisasi Jadi Kunci Nilai Tambah
Wamentan juga menekankan bahwa Indonesia tidak boleh lagi mengekspor komoditas pertanian dalam bentuk mentah. Hilirisasi, tegasnya, adalah kunci membawa nilai tambah kembali bagi petani dan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.
“Komoditas penting harus diolah dari hulu ke hilir. Kita harus memastikan ada industri yang menyerap, mengolah, dan memberikan nilai ekonomi lebih besar bagi petani,” ujarnya.
Ia mencontohkan komoditas gambir, di mana Indonesia menjadi produsen terbesar dunia. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, kata Sudaryono, telah meninjau langsung potensi gambir, dan pemerintah berkomitmen menghentikan ekspor dalam bentuk mentah.
“Karena kita menguasai dunia dalam gambir, seharusnya kita yang menentukan harga, arah hilirisasi, dan standar pasar global,” tegasnya.
Produktivitas sebagai Fondasi Utama
Sudaryono menambahkan bahwa peningkatan produktivitas adalah fokus utama pembangunan pertanian. Peningkatan hasil per hektar akan mendorong produksi nasional, memperkuat pertumbuhan ekonomi, dan menurunkan kesejahteraan petani.
“Ketika produktivitas naik, maka petani sejahtera. Sektor ini bukan hanya penyedia pangan, tetapi juga penyerap tenaga kerja, penyangga stabilitas ekonomi, dan sumber devisa negara. Ini yang harus kita dorong bersama,” ujarnya.
DPR: Tata Niaga Harus Dibersihkan dari Kebocoran
Di sisi legislasi, Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan menegaskan bahwa RUU Komoditas Strategis penting untuk memperbaiki tata niaga nasional. Ia menyebut selama ini banyak kebocoran terjadi karena strategi komoditas belum memiliki kerangka pengaturan yang jelas.
"Ini sesuai visi Presiden Prabowo. Ketika tata kelola dan tata niaga tidak sesuai ketentuan, kebocoran pasti terjadi. Karena itu penting mencatat strategi komoditas seperti jagung, kakao, dan lainnya. Hasil raker ini akan menjadi dasar penyusunan RUU Komoditas Strategis," kata Bob. (A3)