Pergerakan harga minyak sawit mentah (CPO) di Bursa Malaysia tertahan oleh lemahnya ekspor dan tingginya persediaan, meski mendapat penopang dari penguatan harga minyak kedelai (soyoil) dan lonjakan minyak mentah global. foto: Agricom
AGRICOM, KUALA LUMPUR — Pergerakan harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) berjangka di Bursa Malaysia masih tertahan pada perdagangan Rabu, di tengah berlanjutnya kekhawatiran pasar terhadap lemahnya kinerja ekspor dan tingginya tingkat persediaan. Sentimen tersebut membuat pelaku pasar cenderung berhati-hati, meskipun ada dukungan dari pasar energi dan minyak nabati global.
Berdasarkan laporan Reuters, kontrak acuan CPO pengiriman Maret di Bursa Malaysia Derivatives Exchange tercatat melemah 5 ringgit atau 0,13 persen ke level 3.957 ringgit per metrik ton pada jeda perdagangan tengah hari. Pelemahan ini memperpanjang tren koreksi yang telah terjadi dalam tiga sesi berturut-turut, dengan penurunan kumulatif sekitar 1,4 persen.
BACA JUGA:
- Harga CPO Bursa Malaysia Selasa (16/12) Tertekan, Turun di Bawah RM 4.000 per Ton
- Harga CPO KPBN Inacom Selasa (16/12) Turun Tipis, Franco Dumai Melemah Rp 35 per Kg
Pelaku pasar menilai tekanan utama masih datang dari sisi fundamental, terutama ekspor Malaysia yang belum menunjukkan pemulihan signifikan serta stok domestik yang relatif tinggi. Kondisi tersebut membatasi ruang penguatan harga, meskipun tidak mendorong penurunan tajam.
“Ekspor yang lesu dan stok yang besar masih menjadi faktor penekan utama. Namun, dukungan dari pasar minyak kedelai dan minyak mentah membantu menjaga harga agar tidak jatuh lebih dalam,” ujar David Ng, trader di Iceberg X Sdn Bhd, Kuala Lumpur.
Di pasar minyak nabati lainnya, pergerakan harga cenderung bervariasi. Kontrak minyak kedelai paling aktif di Bursa Dalian melemah 0,73 persen, sementara kontrak minyak sawit Dalian turun 0,97 persen. Sebaliknya, harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade justru menguat tipis 0,19 persen, memberikan sentimen penopang bagi CPO.
Harga minyak mentah dunia menjadi faktor eksternal yang turut memengaruhi pasar. Lonjakan harga lebih dari 1 persen terjadi setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan “blokade total dan menyeluruh” terhadap kapal tanker minyak yang terkena sanksi dan beroperasi keluar masuk Venezuela. Kebijakan tersebut kembali memicu kekhawatiran geopolitik global dan menambah ketidakpastian pada prospek pasokan energi.
Kenaikan harga minyak mentah meningkatkan daya tarik CPO sebagai bahan baku biodiesel, karena margin produksi menjadi lebih kompetitif dibandingkan sebelumnya. Dari sisi mata uang, ringgit Malaysia melemah tipis sekitar 0,02 persen terhadap dolar AS, sehingga harga CPO relatif lebih murah bagi pembeli internasional.
BACA JUGA: Harga Karet SGX Sicom Rabu (17/12) Naik, KKK 100% Tembus Rp 29.001 per Kg
Sementara itu, dari sisi kebijakan, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (EPA) menyatakan mandat pencampuran biofuel untuk periode 2026–2027 akan dirampungkan pada kuartal pertama tahun depan. Keputusan tersebut dinanti pelaku pasar karena berpotensi memengaruhi permintaan minyak nabati global.
Dari Eropa, data terbaru Komisi Eropa menunjukkan impor kedelai Uni Eropa untuk musim 2025/2026 hingga pertengahan Desember mencapai 5,65 juta metrik ton, turun 13 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Impor minyak sawit Uni Eropa juga tercatat menyusut 12 persen menjadi 1,35 juta ton, mencerminkan melemahnya permintaan di kawasan tersebut.
Ke depan, pergerakan harga CPO diperkirakan masih akan dipengaruhi kombinasi faktor fundamental—ekspor dan stok—serta dinamika eksternal dari pasar energi, kebijakan biofuel, dan pergerakan minyak nabati pesaing di pasar global. (A3)