AGRICOM, JAKARTA – Musim Mas, salah satu perusahaan terkemuka di industri kelapa sawit, melanjutkan kemitraan strategisnya dengan Nestlé—raksasa global di sektor makanan dan minuman—dan AAK, penyedia minyak nabati dan lemak berbasis di Swedia. Memasuki tahun keempat, kolaborasi ini merupakan kelanjutan dari komitmen bersama yang telah terjalin sejak 2021 melalui inisiatif berbasis lanskap bertajuk Smallholders Hub.
Program Smallholders Hub merupakan bagian dari upaya Musim Mas untuk meningkatkan kapasitas petani swadaya di Indonesia melalui pelatihan langsung maupun melalui pendampingan dari Petugas Penyuluh Lapangan (PPL). Fokus pelatihannya mencakup Good Agricultural Practices (GAP) serta penerapan prinsip NDPE (No Deforestation, No Peat, No Exploitation).
Dalam dua tahun pertama, program ini didukung pendanaan dari Nestlé dan AAK. Tujuan jangka panjangnya adalah menciptakan sistem pendampingan yang berkelanjutan, di mana PPL yang telah mendapatkan pelatihan akan menyalurkan pengetahuan dan keterampilan tersebut kepada para petani swadaya di wilayah dampingan masing-masing. Dengan cara ini, pekebun diharapkan dapat langsung mengimplementasikan praktik terbaik di kebun mereka secara mandiri.
BACA JUGA: Kopdes Merah Putih, Strategi Prabowo Perpendek Rantai Pangan
Kerjasama ini awalnya bertujuan untuk mengatasi masalah deforestasi yang terjadi di luar area konsesi Perkebunan, di Aceh Subulussalam. Namun seiring berjalannya program, fokusnya ini diperluas untuk membantu pekebun swadaya mengatasi berbagai tantangan sosial dan ekonomi yang mereka hadapi.
Sejak dimulai pada 2021 lalu, program ini telah berhasil memberikan pelatihan langsung kepada 1.581 pekebun swadaya (melampaui target awal sebanyak 1.250 orang) dan 117 PPL (melampaui target awal sebanyak 60 orang). Sebanyak 20 PPL terbaik juga mendapatkan pelatihan lanjutan untuk mempersiapkan sertifikasi ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil), serta pelatihan tentang pembuatan kompos rumahan yang dapat membantu pekebun swadaya mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia yang sekaligus juga memperperbaiki kesehatan tanah.
Dengan perpanjangan kerja sama ini, dampak program akan diperluas lebih jauh. Sebanyak 500 pekebun swadaya tambahan akan mendapatkan pelatihan langsung, dan 20 PPL lainnya akan menerima pelatihan lanjutan.
BACA JUGA: Program BR 2025: Kementan Perkuat Produksi Gula dengan Benih Unggul dan Dukungan KUR
Perpanjangan kerja sama ini menjadi langkah penting yang menunjukkan bahwa para mitra memiliki visi dan pemahaman yang sama, bahwa untuk menciptakan dampak positif yang berkelanjutan di suatu wilayah, dibutuhkan komitmen jangka panjang dan keterlibatan langsung di lapangan.
Meskipun fokus utamanya adalah untuk menghentikan deforestasi, namun kerjasama ini juga memahami tantangan nyata yang dihadapi oleh masyarakat di daerah penghasil sawit. Melalui komitmen kerja sama yang diperbarui tersebut, para mitra berkomitmen untuk mendukung keberlanjutan jangka panjang dengan cara berbagi pengetahuan dan meningkatkan keterampilan. Musim Mas juga berencana untuk memperkenalkan pelatihan lanjutan yang mencakup program untuk pekebun perempuan, mengedukasi dan melibatkan generasi muda, serta pelatihan yang lebih mendalam tentang literasi keuangan dan manajemen usaha.
Dari pengalaman yang pernah dilakukan, semakin banyak perempuan yang ikut serta dalam program pelatihan, hasilnya akan lebih baik. Karena itu, program ini akan terus memberikan pelatihan kepada perempuan di perkebunan, terutama di bidang gizi dan manajemen usaha. Di samping itu, Musim Mas juga akan mendorong keterlibatan laki-laki agar dapat mendukung pemberdayaan perempuan. Pendekatan menyeluruh tersebut dilakukan agar perempuan di Perkebunan juga memiliki kesempatan yang sama untuk ikut berkontribusi dalam pembangunan komunitas.
Saat ini, jumlah terbesar pekebun swadaya berasal dari generasi yang lebih tua. Oleh karena itu, melibatkan generasi muda—termasuk anak-anak mereka—menjadi langkah penting untuk memastikan keberlanjutan perkebunan sawit di masa depan. Melalui program pelatihan ini, Musim Mas memerperkenalkan generasi muda terhadap metode perkebunan yang modern, pemanfaatan teknologi, dan praktik pertanian berkelanjutan yang sesuai dengan prinsip NDPE. Inisiatif ini bertujuan untuk mendorong inovasi dan membangun komitmen jangka panjang di kalangan anak muda, dengan membantu mereka memahami kebutuhan pasar global dan pentingnya perkebunan yang bertanggung jawab. Untuk mendukung hal ini, Musim Mas berencana membuat wadah khusus bagi anak muda untuk belajar, berbagi pengetahuan, dan mengembangkan kemampuan mereka, dengan fokus pada keberlanjutan sebagai jalan menuju masa depan yang lebih baik.
Seiring bertambahnya usia tanaman sawit, penanaman ulang (replanting) juga menjadi hal penting untuk dilakukan oleh pekebun swadaya. Untuk itu, kemampuan mengelola keuangan juga menjadi penting. Program ini akan memberikan pelatihan literasi keuangan yang lebih mendalam agar pekebun bisa membuat keputusan yang tepat dan semakin mandiri secara ekonomi.
“Dengan diperpanjangnya kerja sama bersama Nestlé dan AAK, kami ingin menegaskan kembali komitmen perusahaan untuk terus menerapkan praktik yang berkelanjutan di industri sawit. Sebagai anggota RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) dan POCG (Palm Oil Collaboration Group), kami percaya bahwa kerja sama dengan banyak pihak dapat mendorong perubahan positif, baik bagi produsen maupun konsumen. Bersama-sama, kami berupaya mengatasi berbagai tantangan lingkungan, sosial, dan ekonomi, sekaligus membangun masa depan industri sawit yang lebih berkelanjutan di Aceh, yang menjadi salah satu wilayah prioritas bagi Musim Mas,” ungkap Olivier Tichit, Communications and Sustainability Director Musim Mas, dalam keterangan yang diterima Agricom.id, Senin 28 Juli 2028.
“Perpanjangan kerja sama dengan Nestlé dan Musim Mas untuk mendukung pekebun swadaya dan memberdayakan perempuan di rantai pasok kami adalah langkah penting untuk menjaga keberlanjutan jangka panjang. Kami terus membantu pekebun swadaya untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam menerapkan praktik pertanian yang baik dan pengetahuan teknis, agar mereka dapat terus berproduksi secara berkelanjutan. Di samping itu, regulasi baru dari Uni Eropa tentang Deforestasi (EUDR) juga menjadi tantangan bagi pekebun swadaya, karena mereka masih memiliki keterbatasan dalam hal sumber daya, pengetahuan, dan kemampuan. Karena itu, Kami ingin terus terlibat secara kolektif dengan para pekebun swadaya guna memastikan jalur yang inklusif bagi mereka,” ujar Caroline Westerik-Sikking, Sustainability Director AAK. (A3)