AGRICOM, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) semakin serius menggarap potensi bambu sebagai komoditas unggulan nasional. Melalui pengembangan ekosistem industri bambu dari hulu hingga hilir, pemerintah tidak hanya menargetkan nilai tambah ekonomi, namun juga manfaat besar bagi lingkungan.
“Industri bambu punya peluang besar, mulai dari kerajinan, furnitur, konstruksi, hingga bioindustri. Kami sudah menyiapkan sejumlah program strategi untuk mendorong tumbuhnya industri bambu nasional,” kata Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, dikutip Agricom.id dari laman Kemenperin.
Plt. Dirjen Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, menambahkan bahwa permintaan global terhadap produk bambu bernilai tambah terus meningkat. Contohnya, kebutuhan ekspor lantai kontainer dari bambu bisa mencapai 1.500 m³ per bulan, sedangkan kapasitas produksi dalam negeri baru sekitar 30 m³ per bulan. “Kesenjangan ini justru menjadi peluang besar untuk memperkuat industri bambu kita,” jelas Putu.
BACA JUGA:
- Kementan Dorong Hilirisasi Perkebunan, Petani Jadi Pengusaha Desa
- IPORICE 2025: Saat Inovasi Sawit Jadi Bahan Bakar Ekonomi dan Energi
Pasar domestik juga tak kalah menjanjikan. Produk konstruksi berbasis bambu banyak digunakan di kawasan wisata seperti Bali, Lombok, Mandalika, dan Labuan Bajo. Menariknya, harga bangunan bambu bisa mencapai Rp12 juta per meter persegi dengan pengembalian modal hanya tiga tahun—jauh lebih cepat dibandingkan beton yang membutuhkan 6–7 tahun.
Dalam kunjungan kerja ke Yogyakarta, Putu memetakan ekosistem bambu yang telah terbentuk. Mulai dari riset, komunitas, hingga industri berjalan saling terhubung. Misalnya, Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik (BBSPJI-KB) yang memiliki fasilitas pengujian furnitur dan mesin pengolahan bambu, Sahabat BambuBoss yang rutin menanam 10.000 bibit per tahun serta membangun pabrik laminasi, hingga Hutan Bambu Bulaksalak seluas 3 hektar hasil reklamasi tambang pasir. Ada pula PT Bambu Nusa Verde yang sejak 1994 fokus pada penelitian bioteknologi untuk menjamin kualitas bibit.
BACA JUGA: Harga Sawit Swadaya Riau Periode 1–7 Oktober Naik Rp9,93 per Kilogram
Untuk memperkuat ekosistem ini, Kemenperin tengah menyiapkan regulasi, insentif investasi, hingga program restrukturisasi mesin dan subsidi bunga pinjaman 5% melalui Kredit Industri Padat Karya (KIPK). Pemerintah juga akan membangun pusat logistik bahan baku bambu serta membangun Akademi Komunitas Bambu guna meningkatkan kompetensi SDM.
Riset terbaru menunjukkan bambu lokal seperti petung dan apus memiliki kualitas mekanik lebih baik dibandingkan bambu moso asal Tiongkok. Fakta ini membuka peluang Indonesia menjadi pemain utama di pasar global, bahkan sejalan dengan target Uni Eropa yang mendorong peningkatan material konstruksi penyimpanan karbon hingga 30% pada tahun 2030.
“Industri bambu tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tapi juga ramah lingkungan. Indonesia punya semua modal untuk mewujudkan industri masa depan,” tutup Putu. (A3)