Perpres 113 Tahun 2025 Perkuat Tata Kelola, Industri Pupuk Nasional Didorong Lebih Bergairah

Perpres 113 Tahun 2025 Perkuat Tata Kelola, Industri Pupuk Nasional Didorong Lebih Bergairah
Agricom.id

20 December 2025 , 14:30 WIB

Diskusi Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertajuk “Penguatan Tata Kelola Pupuk Bersubsidi Pasca Terbitnya Perpres 113 Tahun 2025,” di Kantor Kementan, Jakarta, Jumat (19/12/2025). Foto: Agricom/Forwatan

 

AGRICOM, JAKARTA – Pemerintah menegaskan arah baru kebijakan pupuk nasional dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 113 Tahun 2025 sebagai revisi atas Perpres No. 6 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Pupuk Bersubsidi.

Regulasi ini menjadi tonggak transformasi tata niaga pupuk, tidak hanya untuk memperbaiki distribusi dan ketepatan sasaran subsidi bagi petani, tetapi juga untuk menggairahkan kembali industri pupuk nasional melalui peralihan bertahap dari skema subsidi yang lebih berkelanjutan.

Komitmen tersebut mengemuka dalam diskusi Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertajuk “Penguatan Tata Kelola Pupuk Bersubsidi Pasca Terbitnya Perpres 113 Tahun 2025,” di Kantor Kementan, Jakarta, Jumat (19/12/2025).

Mewakili Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementerian Pertanian, Kepala Seksi Pupuk Bersubsidi Ir. Yustina Retno Widiati menjelaskan bahwa perbedaan kunci Perpres No. 113/2025 dibandingkan Perpres No. 6/2025, khususnya pada Pasal 14 dan 148. Salah satu terobosan penting adalah dibukanya peluang ekspor pupuk non-subsidi.

BACA JUGA: 

- Mentan Amran: Stok Pangan Melimpah, Negara Tak Akan Toleransi Permainan Harga Jelang Nataru

- Tertekan Minyak Nabati Pesaing, Harga CPO Bursa Malaysia Melemah Lebih 1% pada Jumat (19/12)

“Dulu ekspor tidak diperbolehkan, sekarang dimungkinkan. Ini menjadi insentif positif bagi industri pupuk nasional,” ujarnya, dalam acara yang dihadiri Agricom.id.

Selain itu jika Perpres No. 6/2025 lebih berfokus pada petani, maka Perpres No. 113/2025 memberikan kepastian dan dorongan bagi produsen pupuk.

Dari sisi tata kelola, Yustina menegaskan, mekanisme pendataan dan penyaluran pupuk bersubsidi saat ini telah berjalan dengan baik dan terstruktur.

Penyusunan kebutuhan pupuk dilakukan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), kemudian diinput ke aplikasi, diverifikasi berjenjang hingga kabupaten/kota. Selanjutnya ditetapkan sebagai data Electronic Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK).

Pemerintah telah menetapkan alokasi pupuk bersubsidi pada 6 Desember 2025 sebesar 9,5 juta ton untuk sektor pertanian dan sekitar 297 ribu ton untuk perikanan. Total anggaran subsidi pupuk tahun 2026 mencapai Rp46 triliun.

BACA JUGA: 

- Harga Tender CPO KPBN Inacom Jumat (19/12): Franco Dumai Turun, FOB Kalsel Masih WD

- Harga Karet SGX Sicom Jumat (19/12) Turun Tipis Jadi Rp 29.168 per Kg

Untuk 2026, alokasi pupuk subsidi pertanian tetap sebesar 9,5 juta ton. Data penerima yang telah masuk hingga Desember tercatat sekitar 14,1 juta NIK untuk pertanian dan sekitar 101 ribu NIK untuk perikanan.

Oleh karena itu, Yustina menilai penerbitan Perpres 113 Tahun 2025 merupakan jawaban atas inefisiensi industri pupuk nasional. Melalui aturan ini, diharapkan tidak terjadi lagi inefisiensi seperti yang menjadi evaluasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Perpres No. 113/2025 memiliki urgensi strategis karena menjadi pijakan peralihan dari subsidi output ke subsidi input.

“Selama ini kondisi sebagian perusahaan pupuk nasional kurang ideal. Pemerintah ingin membangun kembali pabrik-pabrik pupuk agar lebih bergairah. Melalui skema subsidi input, mulai 2029 diharapkan industri pupuk dalam negeri semakin kuat,” ujarnya.

Menurut Yustina, implementasi subsidi input saat ini masih dalam tahap penggodokan lintas kementerian, khususnya dengan Kementerian Keuangan, mengingat karakter subsidi input berbeda dengan subsidi barang dan jasa lainnya. Hingga payung hukum lengkap terbit, skema subsidi sebelumnya masih digunakan.

Sedangkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) sebagai aturan turunan tengah difinalisasi. Sementara pedoman teknis di tingkat direktorat jenderal juga telah disiapkan.

 

Distribusi Semakin Kondusif

Sementara itu Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Yadi Sofyan menilai kebijakan pupuk saat ini berada di jalur yang tepat dan mencerminkan proses transformasi yang nyata.

“Kondisi pupuk sekarang baik dan bagus. Dengan Perpres No. 113/2025 ini, kita bicara transformasi. Dampaknya terasa, produksi pupuk meningkat dari sekitar 30,5 juta ton menjadi 34,77 juta ton,” ujarnya.

Bahkan menurut Yadi, dari sekitar 30 kantor perwakilan KTNA di daerah, tidak ada keluhan terkait distribusi pupuk bersubsidi. “Artinya, hampir tidak ada masalah di lapangan. Kalau pun ada dinamika, biasanya terkait petani yang belum masuk e-RDKK,” katanya.

Ia juga mengapresiasi penyederhanaan administrasi penebusan pupuk yang kini cukup menggunakan KTP, sehingga memudahkan petani. Perpres No. 113/2025 pada prinsipnya menyempurnakan Perpres No. 6/2025, termasuk perubahan skema subsidi ke arah market to market.

Namun Ia menekankan pentingnya pengawalan kebijakan secara kolaboratif agar manfaatnya optimal bagi petani. “Kami menyebutnya pengawalan, bukan sekadar pengawasan. Barangnya sendiri relatif tidak bermasalah,” ujarnya.

KTNA juga menyampaikan tiga pilar rekomendasi untuk mendukung keberhasilan implementasi Perpres No. 113/2025.

Pertama, penyempurnaan data dan digitalisasi dengan melibatkan kelompok tani dalam verifikasi dan validasi penerima di tingkat desa, sembari tetap menyediakan jalur manual bagi petani yang terbatas akses teknologinya.

Kedua, peningkatan sosialisasi dan edukasi. Pemerintah dan PT Pupuk Indonesia diharapkan aktif turun ke lapangan untuk menjelaskan perubahan kebijakan, khususnya terkait skema subsidi dan kategori pupuk.

Ketiga, penguatan pengawasan partisipatif dengan memberikan mandat resmi kepada kelompok tani untuk ikut mengawal penyaluran pupuk, serta memperkuat sanksi bagi pelaku penyelewengan.

Wakil Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Mulyono Makmur menilai Perpres No. 113/2025 sebagai bagian dari revolusi tata niaga pupuk yang patut diapresiasi. Meski masih membutuhkan penguatan di tingkat pelaksana, arah kebijakan dinilai positif.

Ia berharap penguatan koperasi desa, termasuk Koperasi Desa Merah Putih, dapat menjadi penggerak utama ekosistem pertanian modern ke depan, didukung oleh lembaga keuangan, koperasi unit desa, offtaker, dan penyuluh.

“Ini sejalan dengan konsep catur sarana yang dulu mengantarkan Indonesia mencapai swasembada pangan pada 1984. Kami optimistis, dengan tata kelola yang makin baik, pupuk bisa menjadi pilar kuat ketahanan pangan nasional,” ujarnya.

Terakhir, Mulyono menegaskan, peran penyuluh pertanian juga sangat penting dalam menyosialisasikan kebijakan tata kelola pupuk baru ini. “Penyuluh pertanian menjadi garda terdepan dalam upaya mewujudkan swasembada pangan,” ujarnya. (A3)

IKUTI BERITA LAINNYA DI GOOGLE NEWS.


TOP